14.Sengketa peresmian masjid demak dan sang hyang girinata
Pasal ini masih membicarakan masalah perbedaan pendapat
antara kedua golongan para wali dalam rangka dakwah islam itu.Kedua belah fihak
masing-masing memegang teguh pendapatnya dan dinyatakan pula pendiriannya itu
di dalam praktek melaksanakan ajaran Islam.
Perbedaan pendapat itu dinyatakan di dalam perbuatan mereka
sehari-hari.Dan antara santri Giri dengan santri Tubanpun sering berdebat dalam
masalah ini.
Sampai kepada peristiwa berdirinya masjid demak pun tidak
lluput dari perbedaan pendapat ini.ama-sama bekerja misalnya,seandainya
memasang blandar dan usuk,mereka berdebat lebih dahulu,kemudian baru
dipasang.Soal memasang tiang,merekapun berdebat terlebih dahulu,saling
mempertahankan pendiriannya,baru dipasang.Bila aliran Tuban akan memasang
ini,maka aliran giri membongkar dan memasang di tempat lain.
Itulah sebabnya maka setelah masjid telah jadi,tampak masih
goyah.Maka kemudian Sunan Kalijaga membuat soko tatal,sebagai lambang persatuan,bahwa
tatal-tatal yang banyak itu disusun menjadi satu tiang yang kokoh dan kuat.Dan
setelah dipasang,maka kokohlah masjid Agung Demak itu.
Setelah masjid jadi dengan kokoh dan kuat,perselisihanpun
datang lagi.
Masalahnya ialah di dalam meresmikan masjid yang besar
itu,aliran tuban berpendapat akan meramaikan hari peresmian masjid itu dengan
tontonan wayang dan dakwah Islam.Artinya masyarakat diundang dengan harapan
agar dapat datang karena tertarik tontonan wayang,setelah datang kemudian
diberi ceramah agama.Setelah mereka berkumpul di halamanmasjid,gong baru
ditabuh,danmasuknya mereka harus dena melewati pintu gerbang,dengan karcis
membaca syahadat.
Tetapi aliran giri tidak menyetujuinya.Aliran giri
mengusulkan agar hari peresmian masjid demak itu harus dimulai dengan jamaah
Jumat bagi seluruh rakyat yang memeluk Islam dan ada kesempatan untuk
meramaikan datang ke demak.
Menurut aliran giri,tontonan wayang adalah haram
hukumnya.Sebabnya ialah,karena gambar wayang itu berbentuk manusia,danmenurut keterangan
agama islam,semua gambar-gambar yang berbentuk mahkluk hidup adalah haram
hukumnya.Apalagi menyimpan,melihat atau menonton saja tidak boleh.
Jalan tengahpun telah diusulkan.Yaitu,kedua belah pihak
harus dituruti.Yaitu,peresmian masjid itu diawali dengan sholat Jumat bagi
seluruh umat islam yang sempat meramaikan,setelah itu baru diadakan tontonan
wayang di halaman masjid,sebagai alat dakwah.
Aliran giripun tetap menolak usulan ini.
Akhirnya Sunan Kalijaga mengusulkakn kepada sidang para
wali,bahwa gambar wayang itu harus dirubah sedemikan rupa sehingga seperti
wayang kulit yang kita lihat di jaman sekarang ini.(memang pada zaman Brawijaya
I wayang masih berupa beber,dan baru dirubah oleh Sunan Kalijaga menjadi wayang
kulit pada jaman Demak.Menurut buku “Kawruh asalipun ringgit” karangan R.M
Mangkudimeja,bahwa dibesutnya wayang beber menjadi wayang kulit oleh sunan
kalijaga adalah pada tahun 1437).
“Sebaliknya bentuk wayang ini dirubah saja,sehingga ujudnya
tidak mirip dengan manusia,bahka jauh sekali dari bentuk manusia.Tentunya
setelah dirubah menjadi sedemikian itu,hukumnya tidak haram lagi”,demikian kata
sunan kalijaga dihadapan sidang para wali.
Para walipun masih diam saja,karena memang disengaja oleh
sunan kalijaga,bahwa para wali tidak akan diberi kesempatan untuk berbicara
sebelum sunan kalijaga selesai di dalam memberi penjelasan tentang
pendiriannya.
“Dan bukanlah wayang yang telah kita robah ini tipis,bukan
berbentuk seperti manusia?Seandainya manusia berbentuk seperti wayang
ini,tentulah aneh dan sangat menggelikan,sebab tangan wayang ini panjang
melambai sampai kaki,sedemikian pula bentuk hidung,mata dan lehernya,adalah
sangat aneh bila ada manusia yang berbentuk semacam ini.Dan menurut pendapat
kami,sampai sekarang tidak ada bentuk manusia seperti wayang ini,dan kalau
ada,tentulah amat jelek sekali”,demikian kata sunan kalijaga selanjutnya.
Akhirnya permusyawaratan para wali itu itu menyetujui usul
sunan kalijaga,karena perubahan itu menurut kehendak sunan giri pula.
Kemudian Sunan kalijagapun merubah bentuk wayang bathara
guru yang menjadi pemimpin para dewa itu,dan diberi nama atau sebutan sang
hyang girinata,artinya sunan giri yang menata.Nata adalah bahasa jawa yang
artinya mengatur.Sebabnya ialah,bahwa perubahan bentuk wayang itu adalah atas
permintaan dan kehendak sunan giri,agar tidak menyerupai bentuk
manusia.Jelasnya,walaupun sunan kalijaga yang mengajukan,tetapi sunan kalijaga
samapi demikian itu adalah di dalam menyimpulkan dan memahami pendapat-pendapat
sunan giri tentang bentuk-bentuk wayang dan gambar-gambar yang haram menurut
agama.
Namun semua itu,Sunan Kalijagalah yang memegang peranan dan
menentukan bentuk-bentuk wayang,sehingga tampak artistik dan bernilai seni yang
tinggi serta melambangkan keluhuran kebudayaan bangsa.
Setelah semuanya disepakati,maka diresmikanlah masjid agung
demak itu dengan dimulai sholat berjamaah jumat dan kemudian setelah itu,baru
diadakan keramaian tontonan wayang kulit.Adapun yang bertindak sebagai
dalangnya adalah sunan kalijaga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar